Sejarah merupakan cerita ”penderitaan” manusia, seperti dinyatakan
oleh Berger (1982), menjadi sesuatu yang harus direnungkan. Moderenitas
yang ditandai dengan Revolusi industri, secara halus menghilangkan
dimensi metafisis dan tidak meniscayakan yang lain, kecuali munculnya
keputusan – keputusan hedonis dan utilitarian yang lebih bersifat
materialistik. Ambisi untuk berkuasa telah memperoleh legitimasi
filosofisnya, sehingga kekuasaan manusia bukan lagi bersifat ”khalifah
sentra semesta yang bersahaja dalam mengembangkan amanah Tuhan” di muka
bumi, melainkan sebagai ”king of jungle” dalam belantara, yang memacu dan mengumbar kehendak – kehendak hewaniah.
Semuanya
harus kompetitif karena tak ada lagi bagi manusia yang mau kalah dan
mengalah. Simbol surbibalitas, baik berupa jabatan politik, penguasaan
ekonomi dan lain – lain harus diraih sekalipun secara free value.
individualistik tanpa toleransi; menusia mengalami alienasi di tengah
”alam kedua” ciptaannya sendiri (Errich From). Celakanya klaim
kapitalistik justru menyatakan bahwa bentuk peradaban ini adalah bentuk
terakhir peradaban manusia tanpa harapan reformatif. Sejarah telah mati
(the end of history), demikian ungkap Francis Fukuyama. Manusia harus
mengalami kehidupan yang absurd tanpa harapan yang futuristic tandas
Albert Camus, sehingga harus merasa cukup dengan pola pemikiran skeptis nihilistic here
and now, di sini dan sekarang tambah Derida. Akibatnya manusia
mengalami anarkisme social, dehumanisasi tanpa ruangan bagi kebutuhan
rasa amannya. Imperialime abad pertengahan kini menjelma lagi dalam
bentuk kekerasan dan keberingasan seperti akhir-akhir ini.
Tak
berlebihan August Comte, Rene Descartes, dan para perintis pemikir
modern lainnya, memproklamirkan bahwa modernitas merupakan kritik atas
kegagalan peran agama, hingga mendorongnya menepiskan bidang metafisis.
Titik kritis itu semakin tampak ketika Karl Marx mandapatkan pendeta –
pendeta jemaat gereja di roma yang menganjurkan masyarakat agar
menyisihkan sebagian besar harta mereka untuk keperluan gereja namun
mereka sendiri menggunakannya dan hidup bergelimpangan harta, hingga
klimaksya Marx memproklamirkan bahwa ”agama adalah candu masyarakat”.
Hal ini semakin eksplisit ketika Friederch Eilhelm Nietzshe menyatakan
”God is Dead”, tuhan telah mati. Menurut Schummacer, matinya Tuhan
meniscayakan komitmen tidak kepada sesuatu pun, kecuali kehendak untuk
berkuasa (the will to power).
By. I-mout Tarantula
Tidak ada komentar:
Posting Komentar