Minggu, 20 Mei 2012

AKAR KEKERASAN


Sejarah merupakan cerita ”penderitaan” manusia, seperti dinyatakan oleh Berger (1982), menjadi sesuatu yang harus direnungkan. Moderenitas yang ditandai dengan Revolusi industri, secara halus menghilangkan dimensi metafisis dan tidak meniscayakan yang lain, kecuali munculnya keputusan – keputusan hedonis dan utilitarian yang lebih bersifat materialistik. Ambisi untuk berkuasa telah memperoleh legitimasi filosofisnya, sehingga kekuasaan manusia bukan lagi bersifat ”khalifah sentra semesta yang bersahaja dalam mengembangkan amanah Tuhan” di muka bumi, melainkan sebagai ”king of jungle” dalam belantara, yang memacu dan mengumbar kehendak – kehendak hewaniah.
Semuanya harus kompetitif karena tak ada lagi bagi manusia yang mau kalah dan mengalah. Simbol surbibalitas, baik berupa jabatan politik, penguasaan ekonomi dan lain – lain harus diraih sekalipun secara free value. individualistik tanpa toleransi; menusia mengalami alienasi di tengah ”alam kedua” ciptaannya sendiri (Errich From). Celakanya klaim kapitalistik justru menyatakan bahwa bentuk peradaban ini adalah bentuk terakhir peradaban manusia tanpa harapan reformatif. Sejarah telah mati (the end of history), demikian ungkap Francis Fukuyama. Manusia harus mengalami kehidupan yang absurd tanpa harapan yang futuristic tandas Albert Camus, sehingga harus merasa cukup dengan pola pemikiran skeptis nihilistic here and now, di sini dan sekarang tambah Derida. Akibatnya manusia mengalami anarkisme social, dehumanisasi tanpa ruangan bagi kebutuhan rasa amannya. Imperialime abad pertengahan kini menjelma lagi dalam bentuk kekerasan dan keberingasan seperti akhir-akhir ini.
Tak berlebihan August Comte, Rene Descartes, dan para perintis pemikir modern lainnya, memproklamirkan bahwa modernitas merupakan kritik atas kegagalan peran agama, hingga mendorongnya menepiskan bidang metafisis. Titik kritis itu semakin tampak ketika Karl Marx mandapatkan pendeta – pendeta jemaat gereja di roma yang menganjurkan masyarakat agar menyisihkan sebagian besar harta mereka untuk keperluan gereja namun mereka sendiri menggunakannya dan hidup bergelimpangan harta, hingga klimaksya Marx memproklamirkan bahwa ”agama adalah candu masyarakat”. Hal ini semakin eksplisit ketika Friederch Eilhelm Nietzshe menyatakan ”God is Dead”, tuhan telah mati. Menurut Schummacer, matinya Tuhan meniscayakan komitmen tidak kepada sesuatu pun, kecuali kehendak untuk berkuasa (the will to power).

By. I-mout Tarantula

Tidak ada komentar:

Posting Komentar