Sabtu, 12 Mei 2012

Nasib "LIN" di Tangan Siapa ?

Nasib "LIN" di Tangan Siapa *
Oleh : Wahada Mony **

Argumentasi judul tulisan diatas patut dipertanyakan publik Maluku. Setelah dua tahun lalu masyarakat Maluku baru saja melewati susksesnya ivent Sail Banda yang prestisius pada 2010 lalu.  Salah satu paket kebijakan nasional yang di usung kala itu yakni, Maluku Siap menjadi Daerah Lumbung Ikan nasional (LIN). Kini sudah dua tahun janji Pempus dalam pemberlakuan LIN di Maluku masih menjadi pekerjaan rumah besar.  Tak pasti kapan komitmen pemerintah pusat dalam merealisasikan issue agenda tersebut, kini masih menjadi teka-teki politik di Daerah. Siapa pihak yang harus di salahkan, apakah Pemda yang memiliki nilai bargaining lemah di Pempus, ataukah Pempus yang enggan dan sibuk dengan urusan kebijakan pemerintahan negara lainnya?, ataukah benar ada faktor lain yang profit dan menjanjikan namun tak kesampaian hingga membuat Pemerintah Daerah (Pemda) hilang kendali gairah politiknya ?.

Beberapa pertanyaan krusial diatas butuh kajian panjang untuk dijawab, meskipun LIN sampai saat ini masih harus diperjuangkan untuk kepentingan pembangunan Maluku di masa depan. Artinya, masih ada prospek nilai pembangunan terutama di sektor pengembangan perikanan yang ekspektatif bagi pemerintah daerah untuk memperjuangkan eksistensi LIN di daerah.  

Kini status keberadaan LIN di Provinsi Maluku butuh dorongan kuat secara massif di daerah untuk dinaikan tingkat perjuangannya menjadi satu kebijakan pempus. Untuk itu, issue LIN harus menjadi konsumsi publik secara kolektif bukan hanya pada tataran para pengambil kebijakan di daerah ini.

Fenomena LIN di Maluku
Saat pelaksanaan Sail Banda tahun Lalu, Pemerintah Daerah Maluku cukup getol mengkampanyekan program LIN kepada pemerintah pusat. Akan tetapi, belakangan semangat keinginan Pemda terlihat mulai susut. Bahkan issu dalam membangun wacana LIN di daerah kian sepi dari peredaran publik. Justru masyarakat patut menduga potensi keinginan dari sikap pemda di balik perjuangan dan keinginan keras dalam melobi LIN tersebut.

Di satu sisi, Pemerintah daerah bisa dibilang terkesan memaksakan kehendak pemerintah pusat untuk merealisasikan program kebijakan LIN di daerah. Hal ini tanpa didukung dengan kesiapan pemda secara matang dalam menyonsong kebijakan khusus LIN tersebut. Namun dilain sisi juga baik pemda maupun pempus butuh aturan main guna mengatur arah dan konsepsi nasional pembangunan Lumbung Ikan Nasional bagi Maluku.

Pemda hanya berharap, dengan LIN bagi Maluku akan membuka keran dan kesenjangan pembangunan di sektor Perikanan dan Kelautan. Ada kebijakan anggaran khusus pempus yang sepatutnya layak siap kelola untuk proses pengembangan kawasan sektor ini. sehingga kebijakan budgetingnya turut mengakomodasi seluruh kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Namun secara ekonomis, konsep LIN malah akan menjadi lahan profit bagi elit lokal di Maluku. Cukup ironis memang, jika pemda dalam melobi akses kebijakan LIN tercium “bau tak sedap” dari dalam gedung pemerintah daerah tersebut. Lobi-lobi politik proyek seakan tak terhindarkan dalam job ini. hal ini bukan tanpa alasan.  

Kampanye LIN bagi pemerintah daerah sendiri belum ditemukan seiring dengan format pembangunan yang terarah dan siapp di canangkannya. Baik dari aspek kesiapan pemerintah daerah dalam pengembangan kawasan padat karya perikanan, manajemen dan strategi pengelolaan anggaran perikanan, peningkatan pendapatan nelayan pesisir hingga pencapaian target pembangunan perikanan yang terpadu. Bisa dikatakan, Pemerintah hanya mengejar target nilai persentasi dari kebijakan budgeting LIN di Maluku tanpa tujuan pembangunan yang pasti. Hal ini bukan lagi menjadi rahasia umum bagi publik Maluku. Oleh karena itu, lambannya program LIN diberlakukan di Maluku karena hitung-hitungan angka fee budgeting yang harus di peroleh kedalam program paket LIN tersebut.

Kelemahan pemerintah daerah juga dalam mendorong perjuangan LIN di Maluku juga tidak serta merta diikuti dengan terobosan kebijakan politik pemda yang siap dan layak jual kedalam konsepsi pembangunan lokal. Adanya kelembagaan maupun hak-hak masyarakat adat pesisir yang minim teroragnisir bahkan tak terlihat sama sekali. Yang dikhawatirkan, Kedepan LIN akan membuka lahan korupsi baru bagi pemerintahan daerah. Maka akan berdampak pada destrukturisasi pembangunan perikanan Maluku secara massif. Selain kurang koordinasinya desaign konsep pembangunan perikanan dengan hak luas laut daerah yang dipunyai sebesar 12 Mil dari garis pantai, laut perikanan Maluku yang di garap habis akibat beroperasinya kapal-kapal besar asing dengan tonase besar di selat-selat sempit tanpa pembatasan. Ini yang sesungguhnya pemerintah daerah tanpa kesiapan justru mala mengarahkan liberalisasi perikanan laut Maluku yang mengabaikan masyarakat lokal di daerah.

Kini kiprah LIN semakin redup nasibnya, pemerintah daerah tidak lagi giat mempresurenya ke tingkat pemerintah pusat dalam bentuk kebijakan khusus pemerintah. Karena merasa kurang diperhatikan pempus, pemerintah daerah malah justru membalikan tangan tanpa mempedulikannya. Karena Jika orientasi mementingkan kesejahteraan rakyat di daerah maka bukan tanpa alasan untuk memperjuangkannya. Tapi penulis menduga, justru pembagian jatah fee budgeting yang dikejar pemda untuk kepentingan high elite lokal di Maluku.

Belum lagi kebijakan LIN di pemerintah pusat yang masih terbentur Peraturan Pemerintah Pusat. Artinya pempus secara nasional masih kurang meresponi pemberlakuan LIN di Maluku. Tentu butuh pressure secara politik dari seluruh elemen masyarakat Maluku upaya mendorong pempus dalam melegalkan eksistenasi LIN sebagai kebijakan khusus di Maluku. Meskipun terjadi peralihan nahkoda kepemimpinan di kemeterian perikanan dan kelautan pada reshuffle kabinet lalu. Reformasi kebijakan LIN harus terus di perjuangkan demi kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakt di Maluku.    

Kini usia pemerintahan kepemimpinan Ralahalu-Assagaf (RASA) hanya tinggal satu tahun lagi. Tahta kekuasaan pun sebentar lagi akan ditinggalkan oleh kedua penguasa daerah ini. untuk itu, LIN tinggal menunggu etape perjuangan selanjutnya dari kepemimpinan ini. Jika tidak meloloskan LIN di Maluku dalam sisa waktu masa pemerintahan ini maka, sejatinya nasib LIN bak mimpi di siang bolong bagi pemerintah daerah.

Yang di takutkan sekarang, justru LIN mala akan digadang-gadang menjadi strtegi politik nantinya bagi perhelatan gubernur pada 2013 mendatang. Sungguh malang nasib LIN di Maluku, sudah tidak dipedulikan malah  akan menjadi korban strategi politik bagi calon gubernur mendatang guna mendongkrak popularitas kandidat. Benarkah LIN hanya sebatas mimpi kososng pemerintah daerah Maluku, Wallahu alam Bishawab. 

*    Tulisan ini pernah dimuat di Harian Pagi Ambon Ekspres
**  Penulis adalah Wakil Sekretaris Umum Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah (PPD) HMI  
      Cabang Ambon Periode 2012-2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar